A. Judul
Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa dalam Pembelajaran Mata Pelajaran IPA Tentang Materi Ajar Benda
Yang Bersifat Magnetik dan Non Magnetik Melalui Penggunaan Metode Eksperimen
(PTK pada Siswa Kelas III SD Negeri 2 Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten
Ciamis Tahun Pelajaran 2011/2012)
B. Nama Penulis
Musaroh, S.Pd.SD (Guru SD Negeri 2
Legokjawa)
C. Bidang Kajian
Ilmu Pengetahuan Alam
D. Abstrak
ABSTRAK
Kata Kunci: Peningkatan, Aktivitas dan
Hasil Belajar, Mata Pelajaran IPA, Metode Eksperimen
Sebelum penelitian ini dilakukan, dapat diketahui aktivitas dan
hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa dalam pembelajaran mata
pelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik dan yang tidak bersifat magnetik, kurang sesuai
dengan harapan. Diduga kuat hal ini disebabkan oleh pengelolaan proses
pembelajaran kurang dilakukan secara profesional oleh guru. Penggunaan metode yang
kurang tepat, menjadi salah satu bagian dari sebab akibat terjadinya persoalan
ini. Untuk mengatasinya digunakan metode eksperimen. Adapun pokok masalah yang
dirumuskan dalam penelitian ini, pertama terkait dengan langkah-langkah meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang materi ajar benda
yang bersifat magnetik dan yang tidak
bersifat magnetik yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen, dan
kedua terkait dengan efektivitas penggunaan model tersebut dalam meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa. Dalam rangka itu berpegang pada teori serta metodologi
yang telah ditetapkan. Bertolak dari sini direncanakan dua siklus kegiatan
pembelajaran. Dalam setiap tahapnya menempuh langkah-langkah berikut: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Setelah prosesi
tersebut ditempuh oleh guru dan siswa, serta setiap kegiatan yang berlangsung
diamati oleh pengamat, akhirnya diperoleh data untuk diolah atau dianalisis.
Berdasarkan hasil analisis atau pembahasan terhadap data hasil penelitian ini,
akhirnya dapat diambil suatu simpulan untuk menjawab pokok masalah penelitian,
yakni sebagai berikut.
1.
Berdasarkan hasil perbaikan
pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan
dengan menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dapat disimpulkan hasil beajar siswa kelas III SD Negeri 2
Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis pada tahun pelajaran 2011/2012
dapat ditingkatkan hal ini terlihat pada siklus I jumlah siswa yang mencapai
ketuntasan belajar adalah 17 siswa (22%) penyababnya dalam melaksanakan
Eksperimen dan mengerjakan LKS didominasi oleh satu siswa pada tiap kelompok. Sedangkan
pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa mencapai 23 siswa (85%).
2.
Penggunaan metode eksperimen dalam
pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik dan magnetis serta cara membuat magnet,
terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SD
Negeri 2 Legokjawa.
E. Pendahuluan
a.
Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan bagian dari ilmu Filsafat, dan memiliki sifat yang sistematis dan
dapat diuji kebenaranya. Oleh karena itu pelajaran IPA dapat digunakan untuk
menanamkan nilai dasar Ilmu Pengetahuan pada anak atau peserta didik. Dalam
proses pembelajaran IPA anak dibekali dengan sikap ingin tahu, bagaimana cara
belajar yang tepat untuk mencari informasi dan menemukan konsep sendiri atau
dengan istilah lain Pengetahuan sepanjang hayat.
Pembelajaran IPA di SD
sebaiknya selalu berhubungan dengan lingkungan dimana siswa berada dan siswa
memang terlibat dalam pembelajaran. Banyak metode pembelajaran yang digunakan
supaya siswa merasa terlibat dan mencoba untuk menemukan kebenaran suatu konsep. Salah satu metode paling tepat adalah
menggunakan metode Eksperimen. Dalam metode ini siswa melakukan percobaan atau
mengerjakan sesuatu untuk mengetahui pengaruh / akibat dari suatu aksi.
Namun berdasarkan
pengalaman penulis selama ini metode Eksperimen masih jarang di gunakan untuk
mengajarkan pelajaran IPA di SD metode ceramah atu Tanya jawab yang selama ini
sering di gunakan. Oleh karena itu hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 2
Legokjawa pelajaran IPA masih rendah. Hasil belajar siswa pada semester ganjil
tahun pelajaran 2011/2012 , baru 22% yang mendapatkan nilai lebih dari 75.
Dalam buku petunjuk
pelaksanaan penilaian di Sekolah Dasar dikatakan bahwa “Pembelajaran dikatakan
berhasil, apabila 85% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai dari 75”
(Depdikbud, 1995:6). Dengan kata lain pembelajaran yang berhasil jika 85% siswa
dapat menguasai minimal 75% materi pembelajaran. Untuk meningkatkan hasil
belajar dan penguasaan siswa terhadap konsep dalam pembelajaran IPA tersebut,
maka diperlukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen.
b.
Rumusan Masalah
Bagaimana meningkatkan
hasil belajar IPA dikelas III SD Negeri 2 Legokjawa melalui penerapan metode
eksperimen?
c.
Tujuan perbaikan
Tujuan dilaksanakanya
penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada materi magnet dalam
pelajaran IPA
F. Kajian Pustaka
a.
Metode Eksperimen
Metode eksperimen
adalah Metode atau cara dimana guru dan murit bersama-sama mengerjakan suatu
latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh/akibat dari suatu aksi. Penggunaan
metode eksperimen ini bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri
sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan
percobaan sendiri juga siswa terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah (Scientific Thinking). Dengan eksperimen
siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Metode eksperimen
memiliki keunggulan. Adapun keunggulan dari metode tersebut sebagai berikut.
1.
Siswa terlatih menggunakan
metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah sehingga tidak mudah percaya pada
suatu yang belum pasti kebenaranya.
2.
Siswa lebih aktif berfikir dan
berbuat.
3.
Siswa dalam melaksanakan proses
eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis
serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan.
4.
Siswa dapat membuktikan sendiri
kebenaran suatu teori.
Penggunaan metode eksperimen dalam suatu
pembelajaran memiliki langkah-langkah tersebut, yakni sebagai berikut. Membicarakan
terlebih dahulu perm,asalahan yang signifikan untuk diangkat.
1.
Sebelum guru menetapkan alat
yang diperlukan langkah-langkah apa saja yang harus dicatat dan
variable-variabel apa yang harus dikontrol.
2.
Setelah Eksperimen dilakukan
guru harus mengumpulkan laporan, memproses kegiatan, dan mengedakan tes untuk
menguji pemahaman siswa.
b. Hakikat IPA
Untuk memahami IPA bisa ditinjau dari istilah dan dari
sisi dimensi IPA. Dari istilah, IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang
alam sekitas beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang
ada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat
diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi
istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam
sekitar beserta isinya.
Hakekat IPA ada tiga, yaitu IPA sebagai proses,
produk, dan pengembangan sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk
memperoleh produk IPA. Proses IPA ada dua macam yaitu proses empirik dan proses
analitik. Proses empirik suatu proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang
termasuk proses empirik adalah observasi, pengukuran, dan klasifikasi
Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang
IPA atau IPA, antara lain sifat IPA, model IPA, dan filsafat IPA. Pada saat
setiap orang mengakui pentingnya IPA dipelajari dan dipahami, tidak semua
masyarakat mendukung. Pada umumnya siswa merasa bahwa IPA sulit, dan untuk
mempelajari IPA harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi
seorang ilmuan. Ada tiga alasan perlunya memahami IPA antara lain, pertama
bahwa kita membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan
penghasilan, ketiga karena tiap kurikulum menuntut untuk mempelajari IPA.
Mendefinisikan IPA secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara
universal sangat sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu lain.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi IPA sesuai dengan
pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai the actiiity
of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s
hidden order, yaitu “Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam
semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” IPA mengandung
makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan
jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara
sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
Belajar IPA tidak sekedar belajar informasi IPA
tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’,
akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi IPA,
cara IPA dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk
kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya
maka dapat disimpulkan bahwa IPA selain sebagai produk juga sebagai proses
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pernyataan di atas selaras dengan
pendapat Carin yang menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup
fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori IPA. Fakta merupakan
kegiatan-kegiatan empiris di dalam IPA dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori
merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam IPA. Sebagai proses IPA dipandang
sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal
dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara
lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial,
mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional,
merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan
eksperimen. Sebagai sikap IPA dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa
ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan,
bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap
ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang
dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran
dalam mempelajari rahasia gejala alam.
Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran
IPA yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan
menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif dengan menggunakan IPA serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.
Melalui pelajaran IPA diharapkan para siswa memperoleh
pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif
matematis berdasar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep
dan prinsip IPA (Depdiknas, 2002a: 6).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam
pembelajaran IPA untuk meneliti masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah,
yang disebut metode ilmiah yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis,
merancang dan melaksanakan ekperimen, menganalisis data pengamatan, serta
menarik simpulan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan
manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam
sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal
ini berarti bahwa IPA harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah,
proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk
mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah
perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
IPA sebagai suatu disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin
ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai
ciri husus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah
merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu
dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan
dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti
untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
1. IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA
dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan
prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. Contoh : nilai ilmiah
”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang mengalami
perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat
dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat
dikembalikan ke sifat semula. Perubahan kimia: lilin yang dibakar.
2. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam.
3. IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA
diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan
observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi,
observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan
cara yang lain.
4. IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling
berkaitan.
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
5. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses,
aplikasi dan sikap.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA
dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek,
fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah
baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Pengembangan dan
Pembelajaran IPA.
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik
IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD Sesuai dengan
karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah
tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang
didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi
atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda. Cakupan dan proses belajar IPA
di sekolah memiliki karakteristik tersendiri.
Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan
sebagi berikut.
1. Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat
indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. Contoh :
untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan serangkaian
kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan ukuran
benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur
dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data pengukuran kuantitatif yang
akurat.
2. Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai
macam cara (teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
3. Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama
untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera
manusia itu sangat terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data
yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan
hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektifitas. Contoh
: pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu
yaitu termometer.
4. Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan
temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan,
mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan
tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan
kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
5. Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA
merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk
siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan
pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam,
menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan
mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan secara fisik saja tidak
cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui
kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.
Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA
menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai
ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Keaktifan dalam
belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik
atau hands-on dan aktif berpikir atau mindson (NRC, 1996:20).
c. Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak
tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori
Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori
ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.
Hasil belajar yang ingin peneliti capai pada
penelitian ini meliputi :
1. hasil belajar kognitif, yang ditunjukkan siswa melalui
nilai formatif dapat melebihi KKM IPA 63,
2. hasil belajar afektif, yaitu tumbuhnya minat siswa
dalam pembelajaran IPA,
3. psikomotor, yaitu meningkatkan keterampilan berhitung
dan mengukur siswa.
G.
Metodologi Penelitian
a.
Subjek dan Waktu Penelitian
Perbaikan pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam dilaksanakan di kelas III SD Negeri 2 Legokjawa Kec.Cimerak
Kabupaten Ciamis, tanggal 9 dan 16 Februari 2011 dengan jumlah siswa 27 orang, yang
terdiri atas siswa laki-laki 10 orang, dan siswa perempuan 17 orang.
Mengenai penetapan
waktu di atas mengacu pada jadwal rutin mata pelajaran IPA di kelas tersebut.
Rencana waktu yang telah ditetapkan untuk kepentingan penelitian ini seperti
tertuang pada tabel berikut.
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
No
|
Siklus
|
Materi
|
Tanggal
|
1
|
Pertama
|
Benda yang bersifat magnetik
dan non aktif
|
9 Maret 2010
|
2
|
Kedua
|
Membuat magnet
|
16
aret 2010
|
b.
Deskripsi Per Siklus
Perbaikan pembelajaran
dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berlangsung dua
siklus. Dalam setiap akhir siklus dilaksanakan kegiatan yaitu : perencanaan,
pengamatan/pengumpulan data atau instrument dan refleksi.
Siklus
Pertama
a.
Perencanaan
Kegiatan yang dilakuakan dalam tahap
perencanaan ibadah adalah :
1.
Membuat rencana perbaikan
pembelajaran I materi benda yang bersifat magnetik dan yang tidak bersifat magnetik
2.
Membuat lembar kerja siswa
(LKS)
3.
Membuat lembar observasi
4.
Menyiapkan KIT IPA
5.
Menyiapkan alat evaluasi
b.
Pelaksanaan
Pelakasanaan perbaikan pembelajaran pada
siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 9 maret 2010 dengan materi benda yang
bersifat magnetik dan non magnetik .
Kegiatan yang dilakukan tahap antara lain:
1.
Menyampaikan materi
pembelajaran pada siswa dengan menggunakan metode eksperimen
2.
Membagi siswa dalam 6 kelompok
eksperimen
3.
Membimbing siswa dalam
melaksanakan eksperimen
4.
Mempresentasikan laporan kerja
kelompok eksperimen
5.
Memberi kesempatan pada siswa
untuk bertanya jawab dengan guru
6.
Melakukan observasi terhadap
aktivitas belajar siswa
7.
mengadakan evaluasi terhadap
hasil belajar siswa
c.
Observasi
Pada tahap ini observasi terhadap
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang dibuat dan telah
didiskusikan dengan teman sejawat. Hasil observasi pada siklus pertama dapat
dilihat bahwa anak masih bingung melaksanakan apa yang ada pada LKS dan
mengambil alat yag akan digunakan untuk eksperimen pada KIT IPA
d.
Refleksi
Berdasarkan dari hasil pengamatan serta
diskusi dengan teman sejawat ternyata pada siklus pertama menghasilkan penemuan
bahwa hanya sebagaian siswa yang aktif dalam kelompok untuk melaksanakan
eksperimen. Untuk itu perlu perbaikan lagi melalui meteri berikutnya.
Siklus Kedua
a.
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap
perencanaan adalah
1.
Membuat rencana perbaikan
pembelajaran II dengan materi cara membuat magnet
2.
Menyiapkan alat/bahan untuk
eksperimen
b.
Pelaksanaan
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada
siklus kedua dilaksanakan pada tangga; 16 Maret 2010 dengan materi cara membuat
magnet.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah :
1.
Memberi penelasan dengan
mengajukan pertanyaan tentang cara membuat magnet
2.
Memberi motivasi dengan
menyampaikan tujuan melakukan eksperimen cara membuat magnet
3.
Memberi kesempatan pada siswa
untuk melakukan eksperimen dengan cara berkelompok
4.
Membimbing siswa dalam
mengerakan LKS dan melakukan eksperimen
5.
Memberi kesempatan pada siswa
untuk bertanya jawab baik dengan guru atau sesame siswa
6.
Memeriksa laporan hasil
eksperimen/LKS
7.
Memberi balikan atas laporan
hasil eksperimen siswa
8.
Melaksanakan evaluasi terhadap
hasil belajar siswa
c.
Observasi
Hasil observasi pada tahap ini,
pebelajaran dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan aktivitas
siswa dan hasil belajar
d.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan dan
didiskusikan dengan teman sejawat ternyata pada siklus kedua ini diperoleh
aktivitas siswa dan hasil belajar sudah mencapai standar yang ditetapkan.
H. Hasil Penelitian dan
Pembahasan
a.
Hasil Penelitian
Pada bagian ini membuat
data yang di peroleh berdasarkan hasil pengamatan terhadap akivitas
belajar siswa dan hasil evaluasi yang
dilakukan di dalam proses pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang
bersifat magnetik dan magnetis serta
cara membuat magnet di kelas III SD Negeri 2 Legokjawa.
Data hasil pengamatan
yang dilakukan oleh guru terhadap aktivitas siswa sebelum perbaikan dan setelah
perbaikann pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Tabel 2 Aktivitas Belajar Siswa Kelas III dalam Pembelajaran IPA
No
|
Keterlibatan peserta didik dalam Pembelajaran
|
Sebelum Pembelajaran
|
Siklus I
|
Siklus II
|
|||
Jumlah Siswa
|
%
|
Jumlah Siswa
|
%
|
Jumlah Siswa
|
%
|
||
1
|
Terlibat
aktif
|
6
|
23%
|
18
|
66%
|
24
|
88%
|
2
|
Terlibat
pasif
|
17
|
62%
|
7
|
26%
|
2
|
8%
|
3
|
Tidak
terlibat
|
4
|
15%
|
2
|
8%
|
1
|
4%
|
Jumlah
|
27
|
|
27
|
|
27
|
|
|
Grafik Hasil Ketuntasan
Belajar Siswa
Pada Pembelajaran IPA
Kelas III
%
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0 Sebelum Perbaikan Siklus I Siklus
II
Dalam pelaksanaan
perbaikan siklus I dan siklus II dengan menggunakan kelompok eksperimen dan
dari LKS yang dikerjakan siswa maka didapat data hasil kerja kelompok sebagai
berikut :
Kelompok
|
Nilai
|
|
Siklus I
|
Siklus II
|
|
1
|
70
|
80
|
2
|
60
|
75
|
3
|
75
|
80
|
4
|
80
|
85
|
5
|
75
|
80
|
6
|
50
|
65
|
Dari data tabel diatas
didapat hanya 3 kelompok yang dapat nilai >75 pada siklus I. namun pada
siklus II meningkat menjadi 5 kelompok dan satu kelompok yang mendapat nilai
65. ini membuktikan bahwa kerja kelompok dengan menggunakan LKS dapat
meningkatkan hasil belajar khususnya pada pelajaran IPA.
Pada setiap siklus
dilaksanakan tes yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
tindakan yang dilaksanakna pada akhir pembelajaran selama ± 7 menit, hasil tes
dan analisis untuk mengetagui hasil belajar siswa setelah mengikuti perbaikan
pembelajaran IPA dengan penerapan metode Eksperimen didapat sebagai berikut :
Tabel 3 Hasil Belajar
Siswa pada Pembelajaran IPA Melalui
kelompok Eksperimen
Interval Skor
|
Banyak Siswa
|
||
Sebelum Perbaikan
|
Siklus I
|
Siklus II
|
|
80-100
|
6
|
17
|
23
|
65-79,9
|
4
|
7
|
4
|
50-64,9
|
14
|
14
|
-
|
25-49,9
|
2
|
2
|
-
|
0-24,9
|
-
|
-
|
-
|
Dari tebel di atas,
terlihat jumlah siswa yang mencapai ketuntasan atau memperoleh skor> 80
mencapai 6 siswa (22%) pada saat sebelum perbaikan, namun setelah pelaksanaan
perbaikan siklus I mencapai 17 siswa (54%) dan siklus II 23 siswa (85%). Dari
hasil belajar siswa ini pelaksanaan perbaikan pembelajaran sudah memenuhi
target yang diharapkan yaitu ≥ 85%.
Tabel 4
HASIL NELAJAR SISWA KELAS
III DALAM PEMBELAJARAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
(IPA)
No
|
Identitas Subjek
|
Nilai
|
||
Sebelum Tindakan
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
1
|
Subjek 1
|
50
|
60
|
70
|
2
|
Subjek 2
|
80
|
85
|
90
|
3
|
Subjek 3
|
75
|
80
|
85
|
4
|
Subjek 4
|
60
|
75
|
85
|
5
|
Subjek 5
|
55
|
80
|
90
|
6
|
Subjek 6
|
60
|
80
|
90
|
7
|
Subjek 7
|
45
|
55
|
65
|
8
|
Subjek 8
|
55
|
80
|
90
|
9
|
Subjek 9
|
85
|
90
|
100
|
10
|
Subjek 10
|
60
|
80
|
85
|
11
|
Subjek 11
|
55
|
70
|
80
|
12
|
Subjek 12
|
80
|
85
|
90
|
13
|
Subjek 13
|
60
|
75
|
85
|
14
|
Subjek 14
|
50
|
65
|
75
|
15
|
Subjek 15
|
65
|
80
|
90
|
16
|
Subjek 16
|
60
|
80
|
90
|
17
|
Subjek 17
|
75
|
85
|
100
|
18
|
Subjek 18
|
55
|
65
|
80
|
19
|
Subjek 19
|
65
|
80
|
90
|
20
|
Subjek 20
|
60
|
80
|
85
|
21
|
Subjek 21
|
80
|
90
|
100
|
22
|
Subjek 22
|
55
|
75
|
80
|
23
|
Subjek 23
|
75
|
80
|
90
|
24
|
Subjek 24
|
90
|
100
|
100
|
25
|
Subjek 25
|
70
|
70
|
75
|
26
|
Subjek 26
|
60
|
65
|
70
|
27
|
Subjek 27
|
65
|
70
|
75
|
NILAI ≥75
|
6 orang
|
17 orang
|
23 orang
|
|
% KETUNTASAN BELAJAR
|
22 %
|
54 %
|
85 %
|
b.
Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap pelaksanaan proses perbaikan-perbaikan pembelajaran IPA
tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik dan magnetis serta cara membuat magnet yang
disajikan dengan menggunakan metode eksperimen dalam kelompok oleh guru dan
hasil tes siswa diperoleh suatu gambaran bahwa secara umum proses pelaksanaan
perbaikan pembelajaran oleh guru dan hasil kerja siswa, telah tercapai namun
masih ada beberapa kesalahan peneliti sebagai guru dalam melaksanakan perbaikan
dengan menggunakan metode Eksperimen materi magnet terletak pada :
1.
Penetapan tugas dan peran siswa
untuk menyelesaian LKS secara berkelompok
2.
Pengawasan terhadap pelaksanaan
Eksperimen sangat terbatas karena ada 6 kelompok Eksperimen
3.
Hanya didominasi beberapa orang
siswa saja pada I kelompok Eksperimen
Pada siklus I siswa
dibagi dalam 6 kelompok Eksperimen tanpa disertai penetapan peran dalam tugas
yang jelas diantara anggota kelompok, akibatnya terjadi hambatan didalam
kelompok karena siswa tersebut ingin melakukan eksperimen dan penyelesaian LKS
didominasi oleh satu atau dua siswa juga alat/bahan yang ada pada KIT terbatas.
Namun pada siklus II
sebelum pelaksanaan perbaikan dilaksanakan siswa terlebih dahulu di tugaskan
membawa alat/bahan dari rumah. Ini bertujuan untuk menambah kesempatan siswa
untuk melakukan Eksperimen.
Pada saat perbaikan
pembelajaran berlangsung guru menetapkan metode Eksperimen dalam bentuk
kelompok. Pada siklus ini sebelum Eksperimen dilaksanakan siswa dibagi perayaan
masing-masing pada tiap kelompok, LKS. Pada siklus ini siswa sangat senang
melaksanakanya sehingga dalam mengerjakan LKS tidak lagi didominasi satu siswa
saja.
I.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
perbaikan pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan
dengan menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) dapat disimpulkan hasil beajar siswa kelas III SD Negeri 2
Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis pada tahun pelajaran 2011/2012
dapat ditingkatkan hal ini terlihat pada :
1.
Siklus I
Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan
belajar adalah 17 siswa (22%) penyababnya dalam melaksanakan Eksperimen dan
mengerjakan LKS didominasi oleh satu siswa pada tiap kelompok.
2.
Siklus II
Terjadi peningkatan hasil belajar siswa
mencapai 23 siswa (85%).
- Daftar Pustaka
Depdikbud, (1995 : 6) Petunjuk
pelaksanaan di SD, Jakarta
Depdiknas, (2006) Kurikulum KTSP
SD, Jakarta
Gerlac & Ely, (1980) dalam www.google.id, Pembelajaran Menggunakan
Metode Eksperimen (10 Februari 2009)
Haryanto, Drs.Sains untuk SD kelas III, Jakarta, Erlangga
Joyse & weil (1980) dalam www.google.id Metode pembelajaran (10
Februari 2009)
Weest & Pines (1985) Pendekatan Kontroktivisme, Jakarta,
Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar