Selasa, 08 Oktober 2013

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Mata Pelajaran IPA Tentang Materi Ajar Benda Yang Bersifat Magnetik dan Non Magnetik Melalui Penggunaan Metode Eksperimen (PTK pada Siswa Kelas III SD Negeri 2 Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2011/2012)



A.    Judul
Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Mata Pelajaran IPA Tentang Materi Ajar Benda Yang Bersifat Magnetik dan Non Magnetik Melalui Penggunaan Metode Eksperimen (PTK pada Siswa Kelas III SD Negeri 2 Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2011/2012)
B.     Nama Penulis
Musaroh, S.Pd.SD (Guru SD Negeri 2 Legokjawa)
C.    Bidang Kajian
Ilmu Pengetahuan Alam
D.    Abstrak
ABSTRAK
Kata Kunci: Peningkatan, Aktivitas dan Hasil Belajar, Mata Pelajaran IPA, Metode Eksperimen
Sebelum penelitian ini dilakukan, dapat diketahui aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa dalam pembelajaran mata pelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan yang tidak bersifat magnetik, kurang sesuai dengan harapan. Diduga kuat hal ini disebabkan oleh pengelolaan proses pembelajaran kurang dilakukan secara profesional oleh guru. Penggunaan metode yang kurang tepat, menjadi salah satu bagian dari sebab akibat terjadinya persoalan ini. Untuk mengatasinya digunakan metode eksperimen. Adapun pokok masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini, pertama terkait dengan langkah-langkah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan yang tidak bersifat magnetik yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen, dan kedua terkait dengan efektivitas penggunaan model tersebut dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam rangka itu berpegang pada teori serta metodologi yang telah ditetapkan. Bertolak dari sini direncanakan dua siklus kegiatan pembelajaran. Dalam setiap tahapnya menempuh langkah-langkah berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Setelah prosesi tersebut ditempuh oleh guru dan siswa, serta setiap kegiatan yang berlangsung diamati oleh pengamat, akhirnya diperoleh data untuk diolah atau dianalisis. Berdasarkan hasil analisis atau pembahasan terhadap data hasil penelitian ini, akhirnya dapat diambil suatu simpulan untuk menjawab pokok masalah penelitian, yakni sebagai berikut.
1.      Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat disimpulkan hasil beajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis pada tahun pelajaran 2011/2012 dapat ditingkatkan hal ini terlihat pada siklus I jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 17 siswa (22%) penyababnya dalam melaksanakan Eksperimen dan mengerjakan LKS didominasi oleh satu siswa pada tiap kelompok. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa mencapai 23 siswa (85%).
2.      Penggunaan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet, terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa.

E.     Pendahuluan
a.      Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan bagian dari ilmu Filsafat, dan memiliki sifat yang sistematis dan dapat diuji kebenaranya. Oleh karena itu pelajaran IPA dapat digunakan untuk menanamkan nilai dasar Ilmu Pengetahuan pada anak atau peserta didik. Dalam proses pembelajaran IPA anak dibekali dengan sikap ingin tahu, bagaimana cara belajar yang tepat untuk mencari informasi dan menemukan konsep sendiri atau dengan istilah lain Pengetahuan sepanjang hayat.
Pembelajaran IPA di SD sebaiknya selalu berhubungan dengan lingkungan dimana siswa berada dan siswa memang terlibat dalam pembelajaran. Banyak metode pembelajaran yang digunakan supaya siswa merasa terlibat dan mencoba untuk menemukan kebenaran suatu  konsep. Salah satu metode paling tepat adalah menggunakan metode Eksperimen. Dalam metode ini siswa melakukan percobaan atau mengerjakan sesuatu untuk mengetahui pengaruh / akibat dari suatu aksi.
Namun berdasarkan pengalaman penulis selama ini metode Eksperimen masih jarang di gunakan untuk mengajarkan pelajaran IPA di SD metode ceramah atu Tanya jawab yang selama ini sering di gunakan. Oleh karena itu hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa pelajaran IPA masih rendah. Hasil belajar siswa pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 , baru 22% yang mendapatkan nilai lebih dari 75.
Dalam buku petunjuk pelaksanaan penilaian di Sekolah Dasar dikatakan bahwa “Pembelajaran dikatakan berhasil, apabila 85% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai dari 75” (Depdikbud, 1995:6). Dengan kata lain pembelajaran yang berhasil jika 85% siswa dapat menguasai minimal 75% materi pembelajaran. Untuk meningkatkan hasil belajar dan penguasaan siswa terhadap konsep dalam pembelajaran IPA tersebut, maka diperlukan upaya perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen.
b.      Rumusan Masalah
Bagaimana meningkatkan hasil belajar IPA dikelas III SD Negeri 2 Legokjawa melalui penerapan metode eksperimen?
c.       Tujuan perbaikan
Tujuan dilaksanakanya penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada materi magnet dalam pelajaran IPA
F.     Kajian Pustaka
a.      Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah Metode atau cara dimana guru dan murit bersama-sama mengerjakan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh/akibat dari suatu aksi. Penggunaan metode eksperimen ini bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri juga siswa terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah (Scientific Thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang dipelajarinya.
Metode eksperimen memiliki keunggulan. Adapun keunggulan dari metode tersebut sebagai berikut.
1.      Siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah sehingga tidak mudah percaya pada suatu yang belum pasti kebenaranya.
2.      Siswa lebih aktif berfikir dan berbuat.
3.      Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan.
4.      Siswa dapat membuktikan sendiri kebenaran suatu teori.
Penggunaan metode eksperimen dalam suatu pembelajaran memiliki langkah-langkah tersebut, yakni sebagai berikut. Membicarakan terlebih dahulu perm,asalahan yang signifikan untuk diangkat.
1.      Sebelum guru menetapkan alat yang diperlukan langkah-langkah apa saja yang harus dicatat dan variable-variabel apa yang harus dikontrol.
2.      Setelah Eksperimen dilakukan guru harus mengumpulkan laporan, memproses kegiatan, dan mengedakan tes untuk menguji pemahaman siswa.
b.    Hakikat IPA
Untuk memahami IPA bisa ditinjau dari istilah dan dari sisi dimensi IPA. Dari istilah, IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitas beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.
Hakekat IPA ada tiga, yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. Proses IPA adalah langkah yang dilakukan untuk memperoleh produk IPA. Proses IPA ada dua macam yaitu proses empirik dan proses analitik. Proses empirik suatu proses IPA yang melibatkan panca indera. Yang termasuk proses empirik adalah observasi, pengukuran, dan klasifikasi
Pada dasarnya manusia ingin tahu lebih banyak tentang IPA atau IPA, antara lain sifat IPA, model IPA, dan filsafat IPA. Pada saat setiap orang mengakui pentingnya IPA dipelajari dan dipahami, tidak semua masyarakat mendukung. Pada umumnya siswa merasa bahwa IPA sulit, dan untuk mempelajari IPA harus mempunyai kemampuan memadai seperti bila akan menjadi seorang ilmuan. Ada tiga alasan perlunya memahami IPA antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, ketiga karena tiap kurikulum menuntut untuk mempelajari IPA. Mendefinisikan IPA secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu lain.
Beberapa ilmuwan memberikan definisi IPA sesuai dengan pengamatan dan pemahamannya. Carin (1993:3) mendefinisikan science sebagai the actiiity of questioning and exploring the universe and finding and expressing it’s hidden order, yaitu “Suatu kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan pengungkapan serangkaian rahasia alam.” IPA mengandung makna pengajuan pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban baik tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis (Depdiknas,2002a: 1).
Belajar IPA tidak sekedar belajar informasi IPA tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud ‘pengetahuan deklaratif’, akan tetapi belajar IPA juga belajar tentang cara memperoleh informasi IPA, cara IPA dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Berdasar pada definisi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa IPA selain sebagai produk juga sebagai proses tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pernyataan di atas selaras dengan pendapat Carin yang menyatakan bahwa IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum dan teori IPA. Fakta merupakan kegiatan-kegiatan empiris di dalam IPA dan konsep, prinsip, hukum-hukum, teori merupakan kegiatan-kegiatan analisis di dalam IPA. Sebagai proses IPA dipandang sebagai kerja atau sesuatu yang harus dilakukan dan diteliti yang dikenal dengan proses ilmiah atau metode ilmiah, melalui keterampilan menemukan antara lain, mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menggunakan keterampilan spesial, mengkomunikasikan, memprediksi, menduga, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menginterprestasikan data, mengontrol variabel, melakukan eksperimen. Sebagai sikap IPA dipandang sebagai sikap ilmiah yang mencakup rasa ingin tahu, berusaha untuk membuktikan menjadi skeptis, menerima perbedaan, bersikap kooperatif, menerima kegagalan sebagai suatu hal yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya IPA terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam.
Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran IPA yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif dengan menggunakan IPA serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.
Melalui pelajaran IPA diharapkan para siswa memperoleh pengalaman dalam membentuk kemampuan untuk bernalar deduktif kuantitatif matematis berdasar pada analisis kualitatif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip IPA (Depdiknas, 2002a: 6).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam pembelajaran IPA untuk meneliti masalah-masalah harus melalui kerja ilmiah, yang disebut metode ilmiah yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan ekperimen, menganalisis data pengamatan, serta menarik simpulan.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal. Kemampuan siswa dalam menggunakan metode ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata. 
IPA sebagai suatu disiplin ilmu memiliki ciri-ciri sebagaimana disiplin ilmu lainnya. Setiap disiplin ilmu selain mempunyai ciri umum, juga mempunyai ciri husus/karakteristik. Adapun ciri umum dari suatu ilmu pengetahuan adalah merupakan himpunan fakta serta aturan yang yang menyatakan hubungan antara satu dengan lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi (Prawirohartono, 1989: 93).
Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini.
1.       IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. Contoh : nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula. Perubahan kimia: lilin yang dibakar. 
2.       IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
3.       IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
4.       IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan.
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006).
5.       IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. Pengembangan dan Pembelajaran IPA. 
Berdasarkan karakteristiknya, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah.
Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda. Cakupan dan proses belajar IPA di sekolah memiliki karakteristik tersendiri. 
Uraian karakteristik belajar IPA dapat diuraikan sebagi berikut.
1.       Proses belajar IPA melibatkan hampir semua alat indera, seluruh proses berpikir, dan berbagai macam gerakan otot. Contoh : untuk mempelajari pemuaian pada benda, kita perlu melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan indera penglihat untuk mengamati perubahan ukuran benda (panjang, luas, atau volume), melibatkan gerakan otot untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur dan cara pengukuran yang benar, agar diperoleh data pengukuran kuantitatif yang akurat. 
2.       Belajar IPA dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik). Misalnya, observasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.
3.       Belajar IPA memerlukan berbagai macam alat, terutama untuk membantu pengamatan. Hal ini dilakukan karena kemampuan alat indera manusia itu sangat  terbatas. Selain itu, ada hal-hal tertentu bila data yang kita peroleh hanya berdasarkan pengamatan dengan indera, akan memberikan hasil yang kurang obyektif, sementara itu IPA mengutamakan obyektifitas. Contoh : pengamatan untuk mengukur suhu benda diperlukan alat bantu pengukur suhu yaitu termometer.
4.       Belajar IPA seringkali melibatkan kegiatan-kegiatan temu ilmiah (misal seminar, konferensi atau simposium), studi kepustakaan, mengunjungi suatu objek, penyusunan hipotesis, dan yang lainnya. Kegiatan tersebut kita lakukan semata-mata dalam rangka untuk memperoleh pengakuan kebenaran temuan yang benar-benar obyektif.
Contoh : sebuah temuan ilmiah baru untuk memperoleh pengakuan kebenaran, maka temuan tersebut harus dibawa ke persidangan ilmiah lokal, regional, nasional, atau  bahkan sampai tingkat internasional untuk dikomunikasikan dan dipertahankan dengan menghadirkan ahlinya.
5.       Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus siswa lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Dalam belajar IPA, siswa mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain. Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA, siswa juga harus memperoleh pengalaman berpikir melalui kebiasaan berpikir dalam belajar IPA.
Para ahli  pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan  afektif. Keaktifan dalam belajar IPA terletak pada dua segi, yaitu aktif bertindak secara fisik  atau hands-on dan aktif berpikir atau mindson (NRC, 1996:20).
c.     Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.
Hasil belajar yang ingin peneliti capai pada penelitian ini meliputi :
1.       hasil belajar kognitif, yang ditunjukkan siswa melalui nilai formatif dapat melebihi KKM IPA 63,
2.       hasil belajar afektif, yaitu tumbuhnya minat siswa dalam pembelajaran IPA,
3.       psikomotor, yaitu meningkatkan keterampilan berhitung dan mengukur siswa.
G.    Metodologi Penelitian
a.      Subjek dan Waktu Penelitian
Perbaikan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dilaksanakan di kelas III SD Negeri 2 Legokjawa Kec.Cimerak Kabupaten Ciamis, tanggal 9 dan 16 Februari 2011 dengan jumlah siswa 27 orang, yang terdiri atas siswa laki-laki 10 orang, dan siswa perempuan 17 orang.
Mengenai penetapan waktu di atas mengacu pada jadwal rutin mata pelajaran IPA di kelas tersebut. Rencana waktu yang telah ditetapkan untuk kepentingan penelitian ini seperti tertuang pada tabel berikut.
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran
No
Siklus
Materi
Tanggal
1
Pertama
Benda yang bersifat magnetik dan non aktif
9 Maret  2010
2
Kedua
Membuat magnet
16    aret 2010

b.      Deskripsi Per Siklus
Perbaikan pembelajaran dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berlangsung dua siklus. Dalam setiap akhir siklus dilaksanakan kegiatan yaitu : perencanaan, pengamatan/pengumpulan data atau instrument dan refleksi.
Siklus Pertama
a.      Perencanaan
Kegiatan yang dilakuakan dalam tahap perencanaan ibadah adalah :
1.      Membuat rencana perbaikan pembelajaran I materi benda yang bersifat magnetik  dan yang tidak bersifat magnetik
2.      Membuat lembar kerja siswa (LKS)
3.      Membuat lembar observasi
4.      Menyiapkan KIT IPA
5.      Menyiapkan alat evaluasi
b.      Pelaksanaan
Pelakasanaan perbaikan pembelajaran pada siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 9 maret 2010 dengan materi benda yang bersifat magnetik  dan non magnetik . Kegiatan yang dilakukan tahap antara lain:
1.         Menyampaikan materi pembelajaran pada siswa dengan menggunakan metode eksperimen
2.         Membagi siswa dalam 6 kelompok eksperimen
3.         Membimbing siswa dalam melaksanakan eksperimen
4.         Mempresentasikan laporan kerja kelompok eksperimen
5.         Memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya jawab dengan guru
6.         Melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa
7.         mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar siswa 
c.       Observasi
Pada tahap ini observasi terhadap pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang dibuat dan telah didiskusikan dengan teman sejawat. Hasil observasi pada siklus pertama dapat dilihat bahwa anak masih bingung melaksanakan apa yang ada pada LKS dan mengambil alat yag akan digunakan untuk eksperimen pada KIT IPA
d.      Refleksi
Berdasarkan dari hasil pengamatan serta diskusi dengan teman sejawat ternyata pada siklus pertama menghasilkan penemuan bahwa hanya sebagaian siswa yang aktif dalam kelompok untuk melaksanakan eksperimen. Untuk itu perlu perbaikan lagi melalui meteri berikutnya.
Siklus Kedua
a.      Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah
1.         Membuat rencana perbaikan pembelajaran II dengan materi cara membuat magnet
2.         Menyiapkan alat/bahan untuk eksperimen
b.      Pelaksanaan
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus kedua dilaksanakan pada tangga; 16 Maret 2010 dengan materi cara membuat magnet.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah :
1.      Memberi penelasan dengan mengajukan pertanyaan tentang cara membuat magnet
2.      Memberi motivasi dengan menyampaikan tujuan melakukan eksperimen cara membuat magnet
3.      Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan eksperimen dengan cara berkelompok
4.      Membimbing siswa dalam mengerakan LKS dan melakukan eksperimen
5.      Memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya jawab baik dengan guru atau sesame siswa
6.      Memeriksa laporan hasil eksperimen/LKS
7.      Memberi balikan atas laporan hasil eksperimen siswa
8.      Melaksanakan evaluasi terhadap hasil belajar siswa
c.       Observasi
Hasil observasi pada tahap ini, pebelajaran dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar
d.      Refleksi 
Berdasarkan hasil pengamatan dan didiskusikan dengan teman sejawat ternyata pada siklus kedua ini diperoleh aktivitas siswa dan hasil belajar sudah mencapai standar yang ditetapkan.
H.    Hasil Penelitian dan Pembahasan
a.      Hasil Penelitian
Pada bagian ini membuat data yang di peroleh berdasarkan hasil pengamatan terhadap akivitas belajar  siswa dan hasil evaluasi yang dilakukan di dalam proses pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet di kelas III SD Negeri 2 Legokjawa.
Data hasil pengamatan yang dilakukan oleh guru terhadap aktivitas siswa sebelum perbaikan dan setelah perbaikann pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Tabel 2 Aktivitas Belajar Siswa Kelas III dalam Pembelajaran IPA
No
Keterlibatan peserta didik dalam Pembelajaran
Sebelum Pembelajaran
Siklus I
Siklus II
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
Jumlah Siswa
%
1
Terlibat aktif
6
23%
18
66%
24
88%
2
Terlibat pasif
17
62%
7
26%
2
8%
3
Tidak terlibat
4
15%
2
8%
1
4%
Jumlah
27

27

27


22
 
Dari tabel di atas terlihat bahwa persentase siswa yang  terlibat aktif dalam pembelajaran sebelum perbaikan pembelajaran dan setelah perbaikan pembelajaran menunjukkan adanya kenaikan sebelum perbaikan yang aktif hanya 6 siswa (23%) kemudian bertambah menjadi 18 siswa (66%) pada siklus I dan pada siklus II menjadi 24 siswa (88%). Ini berarti aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen mengalami peningkatan.
Grafik Hasil Ketuntasan Belajar Siswa
Pada Pembelajaran IPA Kelas III


 









%
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0    Sebelum Perbaikan      Siklus I            Siklus II

Dalam pelaksanaan perbaikan siklus I dan siklus II dengan menggunakan kelompok eksperimen dan dari LKS yang dikerjakan siswa maka didapat data hasil kerja kelompok sebagai berikut :
Kelompok
Nilai
Siklus I
Siklus II
1
70
80
2
60
75
3
75
80
4
80
85
5
75
80
6
50
65

Dari data tabel diatas didapat hanya 3 kelompok yang dapat nilai >75 pada siklus I. namun pada siklus II meningkat menjadi 5 kelompok dan satu kelompok yang mendapat nilai 65. ini membuktikan bahwa kerja kelompok dengan menggunakan LKS dapat meningkatkan hasil belajar khususnya pada pelajaran IPA.
Pada setiap siklus dilaksanakan tes yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilaksanakna pada akhir pembelajaran selama ± 7 menit, hasil tes dan analisis untuk mengetagui hasil belajar siswa setelah mengikuti perbaikan pembelajaran IPA dengan penerapan metode Eksperimen didapat sebagai berikut :


Tabel 3 Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA                                                Melalui kelompok Eksperimen
Interval Skor
Banyak Siswa
Sebelum Perbaikan
Siklus I
Siklus II
80-100
6
17
23
65-79,9
4
7
4
50-64,9
14
14
-
25-49,9
2
2
-
0-24,9
-
-
-

Dari tebel di atas, terlihat jumlah siswa yang mencapai ketuntasan atau memperoleh skor> 80 mencapai 6 siswa (22%) pada saat sebelum perbaikan, namun setelah pelaksanaan perbaikan siklus I mencapai 17 siswa (54%) dan siklus II 23 siswa (85%). Dari hasil belajar siswa ini pelaksanaan perbaikan pembelajaran sudah memenuhi target yang diharapkan yaitu ≥ 85%.

Tabel 4
HASIL NELAJAR SISWA KELAS III DALAM PEMBELAJARAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)
No
Identitas Subjek
Nilai
Sebelum Tindakan
Siklus I
Siklus II
1
Subjek 1
50
60
70
2
Subjek 2
80
85
90
3
Subjek 3
75
80
85
4
Subjek 4
60
75
85
5
Subjek 5
55
80
90
6
Subjek 6
60
80
90
7
Subjek 7
45
55
65
8
Subjek 8
55
80
90
9
Subjek 9
85
90
100
10
Subjek 10
60
80
85
11
Subjek 11
55
70
80
12
Subjek 12
80
85
90
13
Subjek 13
60
75
85
14
Subjek 14
50
65
75
15
Subjek 15
65
80
90
16
Subjek 16
60
80
90
17
Subjek 17
75
85
100
18
Subjek 18
55
65
80
19
Subjek 19
65
80
90
20
Subjek 20
60
80
85
21
Subjek 21
80
90
100
22
Subjek 22
55
75
80
23
Subjek 23
75
80
90
24
Subjek 24
90
100
100
25
Subjek 25
70
70
75
26
Subjek 26
60
65
70
27
Subjek 27
65
70
75
NILAI ≥75
6 orang
17 orang
23 orang
% KETUNTASAN BELAJAR
22 %
54 %
85 %
 
b.      Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan proses perbaikan-perbaikan pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen dalam kelompok oleh guru dan hasil tes siswa diperoleh suatu gambaran bahwa secara umum proses pelaksanaan perbaikan pembelajaran oleh guru dan hasil kerja siswa, telah tercapai namun masih ada beberapa kesalahan peneliti sebagai guru dalam melaksanakan perbaikan dengan menggunakan metode Eksperimen materi magnet terletak pada :
1.       Penetapan tugas dan peran siswa untuk menyelesaian LKS secara berkelompok
2.       Pengawasan terhadap pelaksanaan Eksperimen sangat terbatas karena ada 6 kelompok Eksperimen
3.       Hanya didominasi beberapa orang siswa saja pada I kelompok Eksperimen
Pada siklus I siswa dibagi dalam 6 kelompok Eksperimen tanpa disertai penetapan peran dalam tugas yang jelas diantara anggota kelompok, akibatnya terjadi hambatan didalam kelompok karena siswa tersebut ingin melakukan eksperimen dan penyelesaian LKS didominasi oleh satu atau dua siswa juga alat/bahan yang ada pada KIT terbatas.
Namun pada siklus II sebelum pelaksanaan perbaikan dilaksanakan siswa terlebih dahulu di tugaskan membawa alat/bahan dari rumah. Ini bertujuan untuk menambah kesempatan siswa untuk melakukan Eksperimen.
Pada saat perbaikan pembelajaran berlangsung guru menetapkan metode Eksperimen dalam bentuk kelompok. Pada siklus ini sebelum Eksperimen dilaksanakan siswa dibagi perayaan masing-masing pada tiap kelompok, LKS. Pada siklus ini siswa sangat senang melaksanakanya sehingga dalam mengerjakan LKS tidak lagi didominasi satu siswa saja.

I.       Kesimpulan  
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran IPA tentang materi ajar benda yang bersifat magnetik  dan magnetis serta cara membuat magnet yang disajikan dengan menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat disimpulkan hasil beajar siswa kelas III SD Negeri 2 Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis pada tahun pelajaran 2011/2012 dapat ditingkatkan hal ini terlihat pada :
1.      Siklus I
Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar adalah 17 siswa (22%) penyababnya dalam melaksanakan Eksperimen dan mengerjakan LKS didominasi oleh satu siswa pada tiap kelompok. 
2.                  Siklus II
Terjadi peningkatan hasil belajar siswa mencapai 23 siswa (85%).
  1. Daftar Pustaka
Depdikbud, (1995 : 6) Petunjuk pelaksanaan di SD, Jakarta
Depdiknas, (2006) Kurikulum KTSP SD, Jakarta
Gerlac & Ely, (1980) dalam www.google.id, Pembelajaran Menggunakan Metode Eksperimen (10 Februari 2009)
Haryanto, Drs.Sains untuk SD kelas III, Jakarta, Erlangga
Joyse & weil (1980) dalam www.google.id Metode pembelajaran (10 Februari 2009)
Weest & Pines (1985) Pendekatan Kontroktivisme, Jakarta, Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar